BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Manusia sebagai makhluk sosial, hidup berdampingan
dengan manusia lainnya. Kehidupan manusia yang seringkali diwarnai dengan
munculnya berbagai perbedaan memaksa mereka
untuk saling menghargai dan mengisi antar satu dan yang lainnya.
Perbedaan tersebut dapat timbul dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari
sosial, politik, budaya, hingga agama. Adanya rasa egoisme sepihak dan
keinginan yang tinggi untuk mempertahankan ideologinya sehingga timbul suatu
pemahaman yang mengedepankan kekerasan dan sangat fanatik pada suatu hal.
Perbedaan agama seringkali menimbulkan pertikaian
antar manusia, sekalipun mereka beragama yang sama. Salah satu faktor yang menjadi
penyebab timbulnya perbedaan tersebut yaitu kesalahan dalam menafsirkan kitab
yang digunakan sebagai pedoman hidupnya. Berbagai pahampun muncul di masyarakat
akibat adanya perbedaan tersebut.
Radikalisme
merupakan salah satu paham yang berkembang di masyarakat yang menuntut adanya
perubahan dengan jalan kekerasan. Jika ditinjau dari sudut pandang keagamaan,
Radikalisme dapat diartikan sebagai sifat fanatisme yang sangat tinggi terhadap
agama yang berakibat
terhadap sikap
penganutnya yang menggunakan kekerasan
dalam mengajak orang yang berbeda paham untuk sejalan dengan paham yang mereka
anut.
Salah satu
bentuk radikalisme yang mengatasnamakan agama adalah adanya organisasi garis
keras seperti Al Qaeda, dan ISIS. Tidak hanya itu, fanatisme buta terhadap
paham agama dapat membuat pengikutya menuju kesesatan yang nyata, contohnya
adalah Kaum Syiah.
Tentang Syiah di
Indonesia, dikemukakan temuan dari beberapa referensi dan fakta di lapangan,
khususnya yang terkait dengan syiah rafidhah atau syiah imamiah. Selain itu
dikemukakan pula pola penyebaran dan dakwah syiah tersebut dengan berdirinya
berbagai organisasi, lembaga, penerbitan, dan perpustakaan-perpustakaan,
sebagaimana yang didirikan di beberapa perguruan tinggi islam (Tim Penulis MUI
Pusat, 2014: 17)
Adanya berbagai
perbedaan dalam pemahaman ilmu agama dan keberadaan pemuda sebagai energi terkuat
dalam mempertahankan kesatuan bangsa diharapkan mampu menciptakan kehidupan
yang harmonis dan sikap saling menasehati dalam kebaikan serta masyarakat mampu
saling menghargai dan meningkatnya rasa toleransi antar umat beragama.
Pemuda juga diharapkan mampu membendung arus
dari berbagai paham yang akan merusak kesatuan dan persatuan banngsa. Namun realita yang terjadi di masyarakat berbagai
perpecahan dan konflik atas nama agama seringkali terjadi. Padahal agama apapun melarang adanya
perpecahan antar umatnya.
Pemberitaan Indonesia
telah mencatat berbagai kasus yang diakibatkan oleh faham radikalisme,
seperti Perusakan fasilitas ibadah,
diskriminasi, serta gerakan-gerakan yang melanggar dan menyimpang dari
ketentuan agama.
Apabila masalah
ini tidak dapat terselesaikan maka dikhawatirkan perpecahan akan berlanjut dan
merusak moral generasi penerus bangsa. Oleh karena itu kami berinisiatif untuk
menyusun sebuah karya tulis ilmiah dengan judul Peran Pemuda dalam Membendung
Paham Radikalisme di Indonesia.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
faktor penyebab munculnya paham radikalisme di Indonesia?
2.
Bagaiamana
upaya membendung paham radikalisme?
3.
Bagaimana
peran pemuda dalam membendung paham radikalisme di Indonesia?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya
tulis ini sebagai berikut :
1.
Mengetahui
faktor penyebab munculnya paham radikalisme di Indonesia
2.
Mengetahui
upaya untuk membendung paham radikalisme di Indonesia
3.
Mengetahui
peran pemuda dalam membendung paham radikalisme di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR
PENYEBAB MUNCULNYA PAHAM RADIKALISME.
Radikalisme sesungguhnya bukan sebuah paham yang
muncul begitu saja tetapi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme.
Diantara faktor-faktor itu adalah :
1.
Kapitalisme Global dan Problem Kemiskinan
Sistem
kapitalisme yang sampai hari ini berkuasa berhasil menciptakan kesejahteraan dengan
kemajuan tingkat produktivitas dan kecanggihan teknologi yang semakin tinggi.
Sebagai sistem ekonomi, kapitalisme yang diterapkan dunia Barat dinilai merusak
dasar-dasar kebudayaan dan menyingkirkan mereka yang lemah secara ekonomi, di
samping mampu berkuasa secara politik di level kebijakan negara.
Ketidakberdayaan umat Islam terhadap hegemoni ekonomi kapitalisme barat
menyebabkan sebagian umat Islam melakukan resistensi.
2.
Pemahaman agama
Lemahnya pemahaman agama menjadi salah
satu faktor mudahnya masyarakat menerima paham ini. Radikalisme ini merupakan
sasaran yang tepat bagi orang-orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran
agama atau mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat. "Umat yang lemah
dari segi pemahaman biasabnya mudah tergiur
dengan bujukan material untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran
agama. Termasuk tindakan redikalisme," ujar Menag Maftuh Basyuni. Selain
itu, masyarakat yang memiliki pengetahuan agama yang lemah dari segi pengamalan
perlu diberi sentuhan-sentuhan tasawuf atau penjelasan tentang himatut
tasyri'. Sentuhan tersebut dapat mendorong untuk memahami esensi
dari perintah dan larangan agama secara lebih luas. Dari berbagai hasil
penelitian, pengikut tarekat memiliki tingkat kesadaran menjalankan
ibadah yang tinggi dan menampakan kesadaran moral yang tinggi pula. Kondisi itu
merupakan suatu bentuk sumbangan yang berharga dalam rangka membangun moral
bangsa secara umum.
Komitmen
komunitas penganut tarekat seperti ini diharapkan senantiasa menjadi contoh
penegakan nilai-nilai moral keagamaan dan penghayatan spiritual sehingga
tanggung jawab ulama ke depan semakin berat sebab masyarakat saat ini semakin
terbuka terhadap pengaruh dari luar akibat kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Peran ulama di lingkungan ponpes juga perlu
dipertahankan.
Selain itu,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Telah menjadi rahasia umum bahwa
radikalisme Islam (dan juga dalam agama-agama lain) lebih sering dimotivasi
oleh persoalan-persoalan ekonomi ketimbang masalah agama. Peningkatan
kesejahteraan bisa diartikan dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan,
peningkatan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan. Untuk mewujudkan semua
itu dapat dilakukan, misalnya, dengan memberikan kredit lunak kepada rakyat
kecil, reoptimalisasi koperasi, peningkatan industri agraris, dan memberikan
pelatihan-pelatihan kerja.
3.
Sosial Politik
Gejala kekerasan
“agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik daripada gejala
keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat disebut sebagai
radikalisme itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks
sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat.
Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra 11 bahwa memburuknya posisi
negara-negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama
munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa
konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat
kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata
lebih berakar pada masalah sosial-politik.
Dalam hal ini
kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan
oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang
mendominasi. Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama
kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan mengggalang kekuatan untuk
mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak
selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka
berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis. Karena
dilihatnya terjadi banyak penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan
komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh
sentimen dan emosi keagamaan.
4.
Emosi Keagamaan
Harus diakui
bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan,
termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas
oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor
emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan
radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela
agama, jihad dan mati stahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi
keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif.
Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.
Ada sebagian
kalangan yang memahami bahwa apa yang dipahaminya merupakan hal yang paling
benar. Mereka menganggap bahwa kelompok atau golongannya yang paling
benarsendiri. Sementara orang lain yang tak memiliki pandangan yang sama
dengannya dinyatakan salah. Mestinya, adanya perbedaan yang muncul di
tengah-tengah kehidupan kita dapat diselesaikan dengan melakukan komunikasi dan
dialog. Bukannya mengedepankan penyelesaian yang melibatkan kekerasan. Kita
mestinya menarik teladan dari tokoh-tokoh Islam terdahulu, seperti Mohamad
Natsir, yang meski berbeda pandang dengan tokoh lainnya, namun tetap
mengedepankan dialog dan tetap saling menghormati di antara mereka. Mereka
memberikan contoh yang bijak dalam menghadapi perbedaan yang ada.
5.
Faktor Kultural
Ini juga
memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme.
Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa
Asy’ari 12 bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan
diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai.
Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa
terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang
dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bummi. Sedangkan fakta
sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas
negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan
ekspresi dominan dan universal umat manusia. Barat telah dengan sengaja
melakukan proses marjinalisasi selurh sendi-sendi kehidupan Muslim sehingga
umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat, dengan sekularismenya,
sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan
Islam, juga dianggap bahaya terbesar dari keberlangsungan moralitas Islam.
B. UPAYA
MEMBENDUNG PAHAM RADIKALISME
Untuk membendung penyebaran paham radikal,
antara lain dengan semangat menjalankan nilai-nilai Pancasila yang terbukti
sudah menjadi alat pemersatu bangsa. Dengan semangat Pancasila marilah kita
rapatkan barisan untuk membendung paham radikalisme dan terorisme demi keutuhan
NKRI dan kedamaian di dunia.
Membendung upaya propaganda paham radikal
juga dapat melalui media. Peran media menjadi hal yang penting sebagai respon
dalam menghadapi ancaman asimetris, mempunyai peranan sangat strategis dan
efektif yang dapat mempengaruhi, baik situasi nasional, regional maupun
internasional diberbagai bidang. Kekuatan media dapat dijadikan alat untuk
merubah persepsi, opini dan kontrol sosial yang mengarah kepada kebijakan
publik.
Persepsi dan nilai-nilai yang disampaikan
oleh media massa sering kali dianggap sebagai persepsi masyarakat secara
keseluruhan. Semakin sering berita tersebut muncul, maka akan semakin besar
pengaruh yang akan didapatkan. Melalui berita-berita yang disiarkan, secara
tidak langsung telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk mempengaruhi
keputusan politik, termasuk dalam hal pemberantasan terorisme.
Upaya untuk membendung paham radikal tidak
akan berdampak signifikan tanpa bantuan media, baik cetak, elektronik maupun
online, karena tanpa kehadiran media, himbauan, fatwa, peringatan dan pemikiran
pemangku kepentingan tidak akan ter ekspose ke publik hanya terbatas dikalangan
mereka. Media massa merupakan elemen integral dan penting dari masyarakat
lokal, nasional, regional, maupun global untuk menyediakan berbagai kebutuhan
informasi bagi masyarakat. Karenanya dalam mengatasi akar terorisme yang
bermotif ideologis, doktrinal, serta penyebarannya yang bervariasi, sinergitas
lembaga aparat keamanan dibantu dengan peran berbagai pihak, tokoh masyarakat,
organisasi masyarakat, tokoh politik, tokoh agama, dan kontribusi dari media
sangat diperlukan agar paham radikalisme dan terorisme di masyarakat tidak
berkembang menjadi kekuatan yang dapat memecah NKRI.
C.
SOLUSI MENANGKAL RADIKALISME
Ada beberapa hal yanga dapat kita lakukan dalam
rangkan menangkal paham radikalisme yang dapat merusak cara pandang dan
pemikiran kita, antara lain:
1.
Bersilaturrahim
dengan Banyak Kalangan
Individu
yang tertutup cenderung dapat dengan mudah terpengaruh dengan bentuk-bentuk
ajaran radikalisme. Salah satu yang dapat kita lakukan adalah menjalin hubungan
silaturrahmi yang positif dengan sebanyak mungkin orang-orang di sekitar kita.
Jangan jadi orang yang tertutup. Abdul Wahhab bin Nasir dalam bukunya
mengungkapkan bahwa Rasulullah senantiasa menjalin silaturrahim dengan cara
mengunjungi kerabat-kerabatnya pada waktu dhuha, seperti kunjungan beliau ke
rumah Fahimah dan Ummu Aiman. (2014:55)
Berkaitan
dengan Silaturrahmi Amin (2003: 68) mengemukakan bahwa:
“Memelihara hubungan yang baik atau harmonis
dengan sesama manusia adalah suatu keharusan, dengan demikian kita akan
memeroleh berbagai keberuntungan, misalnya rezeki akan bertambah luas, juga
kita akan disayangi, tidak hanya oleh penduduk bumi tetapi juga penghuni
langit.”
2.
Banyak
Membaca Berbagai Referensi
Dalam
memahami sebuah ajaran, bila kita hanya mengacu pada satu referensi, maka
kecenderungan kita untuk ikut dan menjadi fanatik menjadi lebih besar. Berbeda
halnya bila kita banyak membaca buku. Artinya satu hal dengan yang lain dapat
kita perbandingkan sehingga kita dapat lebih bijak dalam menyikapi sebuah
permasalahan.
3.
Selalu
Ingin Memperbaiki Diri.
Dalam
kesempatan yang lain Amin juga megungkapkan bahwa “ Bila kita senantiasa
berupaya memperbaiki diri, memperbaiki kesalahan, menyempurnakan kelemahan, meningkatkan
prestasi, maka berarti kita tergolong orang yang selalu menginginkan hasil atau
prestasi yang lebih baik”. (Amin, 2003:76).
4.
Menetapkan
Tujuan Hidup
Tujuan
hidup merupakan manifestasi dari pikiran kita. Segala sesuatu yang memengaruhi
pikiran kita akan menghasilkan tujuan tertentu. Pengaruh itu bisa berasal dari
lingkungan, keluarga, trauma masa lalu, tokoh idola, motivasi orang sukses dan
kemungkinan lainnya. Misalnya, orang yang trauma terhadap hutang bisa jadi
tujuan hidupnya ingin terbebas dari hutang.
Tujuan
hidup itu sangat berpengaruh bagi keberadaan kita saat ini dan impian kita di
masa depan. Sangatlah penting untuk mengawal proses pencapaian dengan
menentukan tujan hidup terlebih dahulu.
(Syihab, 2013:19)
D.
PERAN PEMUDA DALAM MEMBENDUNG PAHAM
RADIKALISME
Pemuda Indonesia sebagai generasi penerus bangsa
dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan kondusif di
tengah perbedaan yang muncul dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia membutuhkan peran pemuda sebagai pemersatu keberagaman
yang hadir di Indonesia.
Peranan pemuda dalam membendung paham radikalisme
dapat dilakukan melalui kerja sacvv ma dengan tenaga pendidik formal dalam
memberikan informasi mengenai nilai-nilai agama yang benar. Tidak hanya
memberikan informasi para pemuda yang harus berperan dalam penanaman nilai
agama yang benar dalam jiwa para anak bangsa.
Selain itu arus informasi gerakan radikalisme di
dunia yang begitu mudah sampai kepada anak bangsa juga menjadi prioritas
perhatian pemuda Indonesia. Pemuda hendaknya menjadi pemfilter paham-paham
negatif yang menyentuh anak bangsa.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya paham
radikalisme juga menjadi perhatian para pemuda. Pemuda harus berperan memberikan
penyuluhan ataupun sosialisai berkenaan dengan hal tersebut. Informasi akan
mudah sampai di masyarakat ketika para pemuda turun langsung ke lapangan
berbaur dengan masyarakat dalam penyampaian bahaya paham tersebut. Dengan
penyuluhan tersebut masyarakat tidak lagi kebingungan akan hadirnya paham
tersebut di sekitarnya, sehingga masyarakat mampu menghindari paham tersebut.
Paradigma masyarakat yang masih menganggap sebuah
perbedaan adalah kekacauan juga harus dihilangkan dalam memori ingatan masyarakat.
Pemuda mampu berperan dalam proses perubahan paradigma tersebut dengan
mengadakan berbagai kegiatan yang mampu mempererat tali silaturahmi antar
kelompok masyarakat. Kesenjangan sosial antara kelompok yang satu dengan yang
lainnya akan mudah hilang ketika tali silaturahmi terikat erat diantara mereka.
Gerakan gerakan Radikalisme yang beredar di tengah
masyarakat juga berperan besar dalam penyebaran paham tersebut. Pada
permasalahan ini pemuda dituntut untuk membentuk sebuah organisasi kemanusiaan
atau organisasi yang mampu menyibukkan masyarakat ke arah positif. Dengan
dibentuknya organisasi kemanusiaan tersebut pemuda berperan sebagai penggerak
masyarakat untuk tetap peduli terhadap orang lain yang terkena bencana atau
musibah sehingga para pemuda mampu kembali mempererat tali silaturahmi antar
kelompok masyarakat.
Peran-peran tersebut akan berjalan ketika dalam diri
para pemuda telah tertanam sikap keprihatinan terhadap maraknya kasus
perpecahan ataupun pertikaian di masyarakat. Ketika sikap tersebut telah
tertanam dalam diri pemuda maka dorongan untuk mempersatukan bangsa Indonesia
akan terus digalakkan dan pemuda sebagai unsur terpenting di dalamnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Peran generasi muda melalui peningkatkan pengetahuan pendidikan
dan pemahaman agama pada dasarnya merupakan tempat untuk membendung gerakan
radikalisme di Indonesia Ada
beberapa hal yanga dapat kita lakukan dalam rangka menangkal paham radikalisme yang dapat
merusak cara pandang dan pemikiran kita, antara lain: bersilaturrahim dengan
banyak kalangan, banyak membaca berbagai referensi, selalu ingin memperbaiki
diri, dan menetapkan tujuan hidup.
Pemuda dituntut untuk
membentuk sebuah organisasi kemanusiaan atau organisasi yang mampu menyibukkan
masyarakat ke arah positif. Dengan dibentuknya organisasi kemanusiaan tersebut
pemuda berperan sebagai penggerak masyarakat untuk tetap peduli terhadap orang
lain
B. SARAN
Dengan
selesainya penulisan makalah ini penulis menyarankan kepada pembaca agar:
1.
Senantiasa menjaga silaturrahmi dengan bayak
kalangan agar memiliki cara pandang yang luas terhadap sebuah persoalan.
2.
Memperbanyak referensi bacaan agar terbentuk
mindset dan wawasan yang luas dalam melihat sebuah persoalan.
3.
Menetapkan
tujuan hidup agar tidak mudah terpengaruh paham dan ajaran yang dapat membawa
kita pada paham radikalisme yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Rusli. 2003. Menjadi Remaja
Sukses. Jakarta: Al-Mawardi Prima.
Shihab, Charis. 2013. 11 Ibadah
Yang Mengantar Hidup Sukses dan Penuh Barokah. Mitra Press.
Nasyir, Abdul Wahab bin. 2014.
Keseharian Rasulullah. Jakarta: Al-Mahirah.
Majelis Ulama Indonesia Pusat.
2014. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia. Jakarta: FORMAS